• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

Topeng Dalam Cerita

 on Friday 23 October 2015  


Pagi itu udara cukup cerah. Matahari baru bangun dari peraduannya.Burung-burung masih bernyanyi bersahut-sahutan. Semuanya menggambarkan sebuah desa yang damai dan tenteram. Desa yang berhawa
sejuk bermandikan tumbuhan hijau dan pepadian yang berhamparan seperti permadani yang terlihat begitu indahnya. Desa indah di lereng bukit Lauser  daerah Tanah Rencong.
Topeng begitu tertarik dengan daerah itu. Desa yang disinggahinya dalam pengembaraannya yang telah memasuki tahun ketiga. Desa yang penduduknya ramah tamah. Gembira dengan sawah dan ladang yang siap untuk dipanen.
Bila malam tiba, semua penduduk tidak ada yang ke luar rumah. Mereka berdiam diri bermunajad kepada Allah dan bekumpul dengan keluarga. Tak seorang pun yang diperbolehkan ke luar. Bukan karena apa-apa, selain adat yang masih melekat erat, mereka ke luar takut disergap hantu jahat.
Lain halnya dengan Topeng. Pemuda itu tetap saja duduk-duduk di bawah sebuah pohon besar berdaun rindang  sambil menikmati cahaya bulan yang menerangi tubuhnya hingga membentuk sebuah bayangan besar.
Topeng tidak menghiraukan larangan setiap orang yang melintas di depannya ketika mereka hendak pulang dari meunasah. Mereka, rakyat pedalaman, baik yang tua maupun muda, selalu mengatakan bahwa di bawah pohon yang sedang didudukinya itu ada penunggunya. Banyak sudah orang yang jatuh sakit karena diganggu makhluk halus. Namun Topeng, lelaki pengelana itu, semakin tegar di situ. Ia duduk sambil berzikir membaca ayat suci. Sedikitpun tidak ada rasa takut di benaknya. Karena ia berfikir semuanya itu ada pada ketentuan Allah. Segala urusan diserahkannya bulat-bulat kepada Allah.
Ketika tidur, Topeng bermimpi. Ia didatangi makhluk halus berpakaian putih dan berambut panjang. Tempat tidurnya yang dari tali itu digoyang-goyang. Tubuhnya ditarik-tarik sehingga pemuda itu tersentak. Meskipun demikian, Topeng tidak bergidik sedikitpun, tetap tenang-tenang saja. Bahkan ia semakin menantang.
Sadar makhluk itu tak mampu melawannya, ia pun mengajak pemuda itu ke sebuah bukit yang lebih tinggi dari tempatnya duduk. Bukit yang penuh semak belukar. Di situ ada sebuah gubug tua, reyot, dan hampir roboh, dan sebuah jalan tikus, jauh dari jalan kampung. Sambil berjalan keduanya saling bersitegang beradu kata. Entah apa yang mereka perbincangkan aku juga tidak tahu pasti.
Keesokan harinya, Topeng pergi ke bukit yang dikatakan oleh mimpinya. Di situ seorang nenek miskin sedang duduk menganyam tikar pandan. Ia sendiri, tidak ada sanak saudara yang menemaninya. Dengan ramahnya Topeng menyapa nenek miskin itu.
“ Nek, mengapa sendirian saja ? Apa yang sedang nenek kerjakan ?”
“ Oh  cuco long, beginilah keadaan nenek sehari-hari. Tidak ada famili dan makan pun hanya sendiri. Biar banyak anak-anak yang lewat di sini, tak seorang jua pun yang mau singgah ke gubugku.”
“ Kasihan.........! Topeng mendesis. Saya lihat di sekitar gubug nenek banyak binatang  piaraan. Ada ayam, kambing, dan lembu. Siapa yang memberi makan hwan-hewan itu, Nek ?”
“ Tidak ada, mereka hanya dilepas begitu saja!” jawabnya ketus.
“ Boleh saya ikut merawatnya, Nek ?” Topeng coba menawarkan jasanya.
“ Dengan senang hati cuco long. Kau boleh juga tinggal di sini. Bahkan kau boleh memetik buah yang kutanam.”
“ Ou........ou, sungguh, Nek ?”
Si nenek cuma menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Tak lama kemudian, Topeng merasa senang dan betah tinggal bersama nenek itu walau tidur hanya di lantai tanah dan beralas tikar yang sudah lusuh.Dia bahagia benar bisa tinggal di pedalaman seperti itu sambil menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan yang tiada bandingnya. Sepanjang waktu yang dilewatinya, ia isi dengan mengurus piaraan si nenek, bersihkan halaman gubugnya, menimbakan air, dan merawat tanaman sayur-sayuran dan pohon buah-buahan yang sekejap lagi akan dipetik hasilnya.
Suatu hari Topeng menemuka sepasang burung dalam sangkar di dalam gua di belakang gubug si nenek. Lubang gua itu kecil dan masih asri, sepertinya belum pernah ada orang yang menyentuhnya. Di bawah sangkar itu ada sebuah peti, kemudian ia coba membukanya. Setelah dibuka, betapa tercengangnya Topeng. Sebuah peti buruk berisi seribu ekor kecoak. Segera ditutupnya kembali, kemudian ia bekerja lagi. Dalam bekerja dia terliaht gusar. Ternyata si nenek mengetahuinya.
“ Topeng, apa yang kamu pikirkan ?”
“ Anu, Nek, burung itu bagus  sekali. Indah bulunya, merdu suaranya. Tetapi sayang,  keduanya terkurung dalam sangkar emas. Kalau boleh, aku ingin membebaskan mereka, Nek !’ pintanya penuh harap.
“ Sifatmu sungguh berbeda dengan kedua burung itu,” jelas nenek.
“ Mengapa, Nek ?” tanya Topeng ingin tahu pasti.
“ Tidak apa-apa, esok pagi engkau juga akan tahu sendiri jawabannya.”
Malam harinya Topeng nggak bisa memejamkan matanya. Dia terus asyik memikirkan kata-kata si nenek tua. Apa gerangan yang akan terjadi esok hari. Anak itu juga nggak tahu. Karena terus melamun, akhirnya ia tertidur pulas di lantai rumah.
Untuk yang kesekian kalinya dia bermimpi. Malam itu Topeng didatangi bidadari cantik yang tersenyum ramah kepadanya. Bidadari itu menginginkan Topeng menjadi suaminya karena ia telah menyelamatkan dirinya dari kesengsaraan yang amat panjang dan berliku.
Pagi harinya, Topeng tidak melihat gubug reyot lagi di situ. Tidak juga nenek tua dan piaraannya. Semua telah berubah menjadi istana yang lengkap dengan pengawalnya. Ruangan penuh cahaya berkilauan. Cahaya emas, perak, dan permata.
Di istana itu duduk seorang putri yang cantik. Dia tersenyum manis sekali.Topeng membalasnya dengan senyum yang sama pula.
“ Maaf, Tuan Putri, di manakah nenek saya ? Di mana pula kedua burung dan kecoak yang kutemukan ?”tanya Topeng heran.
“ Kecoak itu adalah seluruh pengawal istana ini. Hewan yang engkau rawat itu adalah hulu balang istana yang sekarang berdiri di sampingku,” jawabnya singkat.
“ Oh, maaf atas kelancangan mulutku ini, Tuan Putri !”
“ Tidak mengapa. Kau bisa lihat burung-burung itu dalam kerangkeng sana.”  Tuan Putri menunjuk ke arah kiri kursi istana megahnya. Ruangan itu ada di sebelah bawah.
Topeng segera ke sana. Betapa terkejut dan terperanjatnya si pemuda. Ia mendelik setengah tidak percaya terhadap apa yang dilihatnya kini.
“ Ana........, Andi........!” teriaknya.
“ Bang Topeng..........!” balas keduanya serempak.
Ketiganya saling bertatapan heran dan penuh tanda tanya di antara jeruji besi yang memisahkan mereka.
“ Apa yang telah terjadi atas mereka ?” tanya Topeng pada Tuan Putri.
“ Itu hukuman buat mereka yang telah melanggar daerah kekuasaanku. Keduanya kuhukum karena hendak mengambil piaraanku tanpa sepengetahuanku.”
“ Dan Tuan Putri sendiri.........?” desak Topeng kemudian.
“ Aku dulu pernah berdusta kepada kedua orang tuaku. Dia telah menyumpahi diriku menjadi nenek tua. Berkat kebaikanmu pula aku terselamatkan dari hukuman orang tuaku. Aku kembali seperti dulu sebagai gadis cantik yang kaulihat ini. Bagaimana dengan janjimu yang lalu hai pemuda ganteng ?”
Mendengar pertanyaan itu, Topeng tersentak sembari menyebut, lepaskan dulu kedua orang iiiiiiii...... i.........tu !
Bersamaan dengan itu terdengar bunyi gedebrak......!!! Topeng terjatuh dari tempat tidurnya yang empuk. Dia mengaduh, sakit..............!! Alamak, kiranya ia baru saja mimpi panjang. Asyik..........!!!!!!  
(Telah dimuat di SKU haba Rakyat, Langsa Aceh, ed 96 Minggu Kedua Mei 2010)



Topeng Dalam Cerita 4.5 5 Unknown Friday 23 October 2015 Pagi itu udara cukup cerah. Matahari baru bangun dari peraduannya .Burung-burung masih bernyanyi bersahut-sahutan. Semuanya menggambarkan...


No comments:

Post a Comment

J-Theme